Hari ini aku mau membagi artikel tentang sejarah dari profesiku sebagai seorang perawat...
semoga bermanfaat...^_^
Perawat (bahasa Inggris: nurse, berasal
dari bahasa Latin:
nutrix
yang berarti merawat atau memelihara) adalah profesi
yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga
mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal
dan kualitas hidup dari lahir sampai mati.
Florence
Nightingale adalah pelopor perawat modern, penulis dan ahli
statistik. Ia dikenal dengan nama Bidadari Berlampu (The Lady With The Lamp)
atas jasa-jasanya yang tanpa kenal takut mengumpulkan korban perang pada perang
Krimea, di semenanjung Krimea, Rusia.
Perawat bekerja dalam berbagai besar spesialisasi di mana mereka bekerja
secara independen dan sebagai bagian dari sebuah tim untuk menilai,
merencanakan, menerapkan dan mengevaluasi perawatan. Ilmu Keperawatan adalah
bidang pengetahuan dibentuk berdasarkan kontribusi dari ilmuwan keperawatan
melalui peer-review jurnal ilmiah dan praktik yang dibuktikan berbasis.
Ini merupakan bidang yang dinamis praktik dan penelitian yang didasarkan dalam
budaya kontemporer dan kekhawatiran itu sendiri dengan baik mainstream dan
subkultur terpinggirkan dalam rangka untuk memberikan perawatan budaya paling
sensitif dan kompeten.
Lahirnya keperawatan dapat dikatakan bersamaan dengan penciptaan manusia,
yaitu penciptaan Adam dan Hawa. Keperawatan lahir sebagai bentuk keinginan
untuk menjaga seseorang tetap sehat dan memberikan rasa nyaman, pelayanan dan
keamanan bagi orang yang sakit. Walaupun secara umum tujuan keperawatan relatif
sama dari tahun ke tahun, praktik keperawatan dipengaruhi oleh perubahan
kebutuhan masyarakat, sehingga keperawatan berkembang secara bertahap.
Keperawatan yang kita ketahui saat ini tidak dapat dipisahkan dan sangat
dipengaruhi oleh perkembangan struktur dan kemajuan peradapan manusia.
Kepercayaan terhadap animisme, penyebaran agama besar di dunia
serta kondisi sosial ekonomi masyarakat, seperti terjadinya perang, renaissanceserta
gerakan revolusi Luther turut mewarnai perkembangan keperawatan di dunia. Pada
awal sejarahnya, keperawatan dikenal sebagai bentuk pelayanan komunitas dan
pembentukannya berkaitan erat dengan dorongan alami untuk melayani dan
melindungi keluarga (Donahue, 1995). Umur keperawatan sama tuanya dengan
kedokteran. Sepanjang sejarah, profesi keperawatan dan kedokteran saling
bergantung satu sama lain. Selama era Hipokrates, kedokteran bekerja tanpa
perawat dan selama abad pertengahan, keperawatan bekerja tanpa dukungan medis
(Donahue, 1995; Deloughery, 1995). Menurut sejarah, laki-laki dan perempuan
telah memegang peran perawat, masuknya perempuan dalam keperawatan dimulai
sekitar 300 M (Shryock, 1959; Donahue, 1995). Pada abad keenam jumlah laki-laki
yang memasuki dunia keperawatan semakin meningkat.
B.
KEPERAWATAN
ZAMAN PURBA
Menggambarkan
keperawatan pada zaman primitive merupakan hal yang sulit,
juga sulit untuk membedakan peran dokter dan perawat. Pada masa itu, perawatan
dan penyembuhan penyakit diperoleh dari penyebaran dari mulut ke mulut. Peran
wanita tradisional sebagai istri, ibu, anak perempuan dan saudara perempuan
selalu mencakup perawatan dan pengasuhan anggota keluarga yang lainnya. Istilah
perawat (nurse) berasal dari perawatan yang diberikan ibu kepada
bayinya yang tidak berdaya.
Pada zaman
purba (primitive culture), manusia percaya bahwa apa yang ada di bumi
mempunyai kekuatan mistik/spiritual yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
Kepercayaan ini disebut animisme. Mereka meyakini bahwa sakitnya seseorang
disebabkan oleh kekuatan alam atau pengaruh kekuatan gaib seperti batu-batu
besar, gunung-gunung yang tinggi, pohon-pohon yang besar,
sungai-sungai yang besar, dll. Pada saat itu peran perawat tidak berkembang,
masyarakat pada masa itu lebih senang pergi ke dukun untuk mengobatkan anggota
keluarganya yang sakit. Masyarakat menganggap bahwa dukun lebih mampu mencari,
mengetahui dan mengatasi roh yang masuk ke tubuh orang yang sakit.
Fenomena
animisme terlihat pada sejarah Bangsa Mesir dan Cina. Pada masa itu bangsa
Mesir menyembah Dewa Isis, Dewa yang diyakini bisa menyembuhkan penyakit.
Masyarakat Cina menganggap penyakit disebabkan oleh syetan atau makhluk halus
dan akan bertambah parah jika orang lain memegang orang yang sakit, akibatnya
perawat tidak diperkenankan untuk merawat orang yang sakit.
C.
ZAMAN PERADAPAN KUNO
Pada masa ini, keyakinan mengenai penyebab penyakit masih
mirip dengan zaman primitif, yaitu didasarkan pada takhayul dan magis, sehingga
penyembuhan membutuhkan penyembuhan magis. Pendeta atau dokter penyihir
menikmati status dalam masyarakat kuno. Sejalan dengan perkembangan peradapan,
teori praktis perawatan medis yang muncul sebagai penyebab penyakit non-medis
mulai terobservasi. Catatan tertua mengenai praktik penyembuhan ada pada
lembaran tanah liat berusia 4000 tahun yang dihubungkan dengan peradapan
Sumeria. Lembaran ini berisi tentang resep obat, tetapi tidak dituliskan untuk
mengatasi penyakit apa.
Lontar Eber
merupakan temuan kebudayaan Mesir. Lontar ini tertanggal sekitar tahun 1550 SM,
dan dipercayai sebagai teks medis tertua di dunia. Lontar ini berisi uraian
tentang banyak penyakit yang diketahui saat ini dan mengidentifikasi gejala
spesifik. lontar Eber juga berisi 700 zat yang digunakan untuk obat-obatan
disertai cara penyiapan dan penggunaannya. Mumifikasi atau pembalseman juga
muncul pada masa ini, mumifikasi berasal dari keyakinan bahwa ada kehidupan
setelah kematian. Dibutuhkan ilmu dan pengetahuan untuk membuat larutan yang
bisa digunakan untuk mengawetkan mayat. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu
sudah mengenal ilmu fisiologi, anatomi dan patofisiologi.
Bangsa Yahudi
kuno menyumbangkan Mosaic Health Code. Kode ini dianggap sebagai
legislasi sanitari pertama dan berisi catatan pertama mengenai syarat kesehatan
masyarakat. Kode ini mencakup aspek individu, keluarga, dan kesehatan
komunitas, termasuk di dalamnya membedakan antara yang bersih dengan tidak
bersih.
Budaya Afrika
kuno, fungsi pengasuhan yang dimiliki oleh perawat termasuk peran sebagai
bidan, herbalis, ibu susu, dan pemberi perawatan untuk anak dan lansia (Dolan,
Fitzpatrick, dan Herrmann, 1983). Budaya India kuno, sudah mengenal adanya
perawat laki-laki yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a)
Pengetahuan
mengenai cara mempersiapkan obat yang akan diberikan
b)
Pintar
c)
Mampu
mencurahkan kasih sayang ke pasien
d)
Kemurnian
pikiran dan tubuh
Adapun perawat
wanita India
bertindak sebagai bidan dan merawat anggota keluarga yang sakit. Peran perawat
dalam budaya Cina kurang disebutkan, namun peran Cina kuno lebih banyak pada
penemuan obat herbal, pemakaian akupunktur sebagai metode pengobatan, dan
publikasi Nei Ching (canon of medicine), yang merinci empat langkah
pemeriksaan: melihat, mendengar, bertanya dan merasakan.
Sejarah Yunani dan Romawi kuno, perawatan orang sakit lebih maju dalam mitologi
dan realitas. Dewa mitos Yunani yang dinggap sebagai dewa penyembuh
adalah Asklepios, istrinya Epigone adalah dewi penenang, Hygenia anak perempuan
Asklepios adalah dewi kesehatan dan diyakini sebagai perwujudan perawat. Kuil
yang dibangun untuk menghormati Asklepios menjadi pusat penyembuhan, pendeta
kuil Asklepios memberikan penyembuhan melalui pengobatan natural dan supranatural
(Donahue, 1996). Seorang dokter Yunani kuno, Hipocrates, mempercayai bahwa
penyakit memiliki penyebab alami. Pernyataan Hipocrates ini sangat bertentangan
dengan pendapat tabib pendeta di kuil yang mengatakan bahwa penyebab penyakit
adalah magis dan mistik. Sedangkan kontribusi Romawi terhadap perawatan
kesehatan adalah sanitasi umum, pengeringan rawa, dan pembangunan saluran air,
tempat pemandian umum dan pribadi, sistem drainase, dan pemanasan sentral.
D.
ZAMAN KEAGAMAAN
Kemajuan peradapan manusia dimulai ketika manusia
mengenal agama. Penyebaran agama sangat mempengaruhi perkembangan peradaban
manusia sehingga berdampak positif terhadap perkembangan keperawatan. Pada permulaan
Masehi, agama kristen mulai berkembang. Agama kristen cukup besar mempengaruhi
profesi keperawatan. Salah satu catatan di awal sejarah digambarkan bahwa
keperawatan merupakan bentuk perintah dari Diakonia, suatu kelompok kerja
seperti perawat kesehatan masyarakat atau yang mengunjungi orang sakit. Dalam
awal kehidupan gereja, Diakonia dijalankan oleh perempuan yang ditunjuk oleh
pimpinan gereja. Peran mereka adalah mengunjungi orang yang sedang sakit.
Penunjukan dilakukan pada wanita yang memiliki status sosial yang tinggi. Pada
masa ini, keperawatan mengalami kemajuan yang berarti seiring dengan kepesatan
perkembangan agama kristen.
Kemajuan terlihat jelas, pada masa pemerintahan Lord
Constantine, ia mendirikan xenodhoecim atau hospes
dalam bahasa latin yaitu tempat penampungan orang yang membutuhkan pertolongan,
terutama bagi orang-orang sakit yang memerlukan pertolongan dan perawatan.
Kemajuan profesi keperawatan pada masa ini juga terlihat jelas dengan
berdirinya Rumah sakit terkenal di Roma yang bernama Monastic Hospital.
Rumah Sakit ini dilengkapi dengan fasilitas perawatan berupa bangsal perawatan,
bangsal untuk orang cacat, miskin dan yatim piatu. Sejak abad pertengahan
institusi yang bergerak dalam bidang sosial (1100 M sampai 1200 M) mulai
bergerak merawat lansia, orang sakit dan orang miskin (Deloughery, 1995).
Seperti di Eropa, pada pertengahan abad VI masehi,
keperawatan juga berkembang di benua Asia. Tepatnya di Asia Barat Daya yaitu
Timur Tengah seiring dengan perkembangan agama Islam. Pengaruh agama Islam
terhadap perkembangan keperawatan tidak lepas dari keberhasilan Nabi Muhammad
SAW dalam menyebarkan agama Islam. Kegiatan pelayanan keperawatan berkualiatas
telah dimulai sejak seorang perawat muslim pertama yaitu Siti Rufaidah pada
jaman Nabi Muhammad S.A.W, yang selalu berusaha memberikan pelayanan terbaiknya
bagi yang membutuhkan tanpa membedakan apakah kliennya kaya atau miskin(Elly
Nurahmah, 2001). Sementara sejarah perawat di Eropa dan Amerika mengenal
Florence Nightingale sebagai pelopor keperawatan modern, Negara di timur tengah
memberikan status ini kepada Rufaidah, seorang perawat muslim. Talenta
perjuangan dan kepahlawanan Rufaidah secara verbal diteruskan turun temurun
dari generasi ke generasi di perawat Islam khususnya di Arab Saudi dan
diteruskan ke generasi modern perawat di Saudi dan Timur Tengah (Miller
Rosser, 2006)
Prof. Dr. Omar Hasan Kasule, Sr, 1998 dalam studi Paper
Presented at the 3rd International Nursing Conference "Empowerment and
Health: An Agenda for Nurses in the 21st Century" yang diselenggarakan di
Brunei Darussalam 1-4 Nopember 1998, menggambarkan Rufaidah adalah perawat
profesional pertama dimasa sejarah islam. Dia tidak hanya melaksanakan peran
perawat dalam aspek klinikal semata, namun juga melaksanakan peran komunitas
dan memecahkan masalah sosial yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam
penyakit. Saat kota Madinah berkembang, Rufaidah mengabdikan diri merawat kaum
muslim yang sakit, dan membangun tenda di luar Masjid Nabawi saat damai. Dan
saat perang Badr, Uhud, Khandaq dan Perang Khaibar dia menjadi sukarelawan dan
merawat korban yang terluka akibat perang. Dan mendirikan Rumah sakit lapangan
sehingga terkenal saat perang dan Nabi Muhammad SAW sendiri memerintahkan
korban yang terluka dirawat olehnya.
Konstribusi Rufaidah tidak hanya merawat mereka yang
terluka akibat perang. Namun juga terlibat dalam aktifitas sosial di komuniti.
Dia memberikan perhatian kepada setiap muslim, miskin, anak yatim, atau
penderita cacat mental. Dia merawat anak yatim dan memberikan bekal pendidikan.
Rufaidah digambarkan memiliki kepribadian yang luhur dan empati sehingga
memberikan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasiennya dengan baik
pula. Sentuhan sisi kemanusiaan adalah hal yang penting bagi perawat, sehingga
perkembangan sisi tehnologi dan sisi kemanusiaan (human touch) mesti
seimbang. Rufaidah juga digambarkan sebagai pemimpin dan pencetus Sekolah
Keperawatan pertama di dunia Isalam, meskipun lokasinya tidak dapat dilaporkan
(Jan, 1996), dia juga merupakan penyokong advokasi pencegahan penyakit
(preventif care) dan menyebarkan pentingnya penyuluhan kesehatan (health
education)
Memasuki abad VII Masehi, agama Islam tersebar ke
berbagai pelosok negara dari Afrika, Asia Tenggara sampai Asia Barat dan
Eropa (Turki dan Spanyol). Pada masa itu di jazirah Arab berkembang pesat ilmu
pengetahuan seperti ilmu pasti, ilmu kimia, hygiene, dan obat-obatan.
Prinsip-prinsip dasar perawatan kesehatan seperti menjaga kebersihan diri (personal
hygiene), kebersihan makanan, air dan lingkungan berkembang pesat. Masa
Late to Middle Ages (1000 – 1500 M), negara-negara Arab membangun RS
dengan baik, dan mengenalkan perawatan orang sakit. Ada gambaran unik di RS
yang tersebar dalam peradaban Islam dan banyak dianut RS modern saat ini hingga
sekarang, yaitu pemisahan anatar ruang pasien laki-laki dan wanita, serta
perawat wanita merawat pasien wanita dan perawat laki-laki, hanya merawat
pasien laki-laki (Donahue, 1985, Al Osimy, 2004).
E.
KEPERAWATAN ABAD PERTENGAHAN
Permulaan abad XVI, struktur dan orientasi
masyarakat mengalami perubahan, dari orientasi kepada agama berubah menjadi
orientasi kekuasaan, yaitu perang, eksplorasi kekayaan alam serta semangat
kolonialisme. Akibat dari hal tersebut adalah banyak tempat ibadah (termasuk
gereja) yang ditutup, padahal tempat ini dijadikan tempat untuk merawat orang
sakit.
Di satu sisi, kenyataan ini berdampak negatif. Penutupan
tempat ibadah menyebabkan kekurangan tenaga perawat karena sebelumnya, tindakan
perawatan dilakukan oleh kelompok agama. Untuk memenuhi kebutuhan perawat,
bekas wanita jalanan (wanita tuna susila) atau wanita yang bertobat setelah
melakukan kejahatan diterima sebagai perawat. Kejadian ini melatarbelakangi
asumsi negatif terhadap perawat, masyarakat beranggapan bahwa wanita terhormat
tidak bekerja di luar rumah. Akibat reputasi ini perawat diupah dengan gaji
rendah dengan jam kerja lama pada kondisi kerja yang buruk (Taylor. C.,dkk,
1989)
Di sisi yang lain, adanya perang seperti perang Salib berdampak
positif terhadap perkembangan keperawatan. Untuk menolong korban perang
dibutuhkan banyak tenaga sukarela yang dipekerjakan sebagai perawat. Mereka
terdiri dari kelompok agama, wanita-wanita yang mengikuti suaminya ke medan
perang turut merawat orang sakit jika diperlukan dan tentara (pria) yang
bertugas rangkap sebagai perawat. Pengaruh perang salib terhadap keperawatan
adalah mulainya dikenal istilah P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan), pada
masa itu keberadaan perawat mulai dibutuhkan dalam ketentaraan dan timbul
peluang kerja bagi perawat di bidang sosial. Setelah perang Salib, kota-kota
besar mulai berdiri dan berkembang dengan menurunkan faktor feodalisme.
Perkembangan populasi penduduk yang luas di kota-kota tersebut menyebabkan
munculnya masalah kesehatan, yang secara otomatis akan membutuhkan peran tenaga
kesehatan (termasuk di dalamnya perawat).
Kurangnya pemeliharaan kesehatan dan sanitasi serta
meningkatnya kemiskinan di daerah pedesaan mengakibatkan munculnya masalah kesehatan
yang serius pada abad kelima belas sampai abad tuju belas. Faktor-faktor
sosial, seperti hukum yang menekan orang miskin dan pajak terhadap jendela
rumah, menyebabkan menurunnya ventilasi karena pemilik rumah menutup jendela
guna menghindari membayar pajak. Hal tersebut melahirkan suatu kondisi
kesehatan yang memerlukan respon dari perawat.
Pada tahun 1633 dibentuklah kelompok biarawati oleh St.
Vincent de paul. Kelompok ini merawat orang-orang di rumah sakit, orang
terlantar dan kaum miskin. Selanjutnya kelompok ini terkenal luas sebagai
perawat keliling karena mereka merawat orang sakit di rumah-rumah. Pada masa
ini juga mulai dirintis pendidikan keperawatan yang dipelopori oleh Louise de
Gras. Program pendidikan yang diberikan saat itu adalah pengalaman merawat
orang sakit di rumah sakit, dan juga melakukan kunjungan rumah. (Donahue, 1995)
Peran rumah sakit terhadap perkembangan keperawatan tidak
dapat diabaikan. Setidaknya ada tiga rumah sakit yang berperan besar terhadap
perkembangan perawat pada zaman pertengahan. Pertama Hotel Dieu di Lion,
meskipun pada awalnya pekerjaan perawat dilakukan oleh para mantan Wanita Tuna
Susila (WTS) yang telah bertobat, namun rumah sakit ini berperan besar dalam
kemajuan keperawatan. Hal ini disebabkan karena tidak lama kemudian pekerjaan
perawat digantikan oleh perawat yang terdidik melalui pendidikan keperawatan di
rumah sakit tersebut. Kedua, Hotel Dieu di Paris, dirumah sakit ini pekerjaan
keperawatan dilakukan oleh kelompok agama, namun sesudah revolusi Perancis,
kelompok agama dihapuskan dan pekerjaan diganti oleh orang-orang bebas yang
tidak terikat agama. Ketiga, St. Thomas Hospital, didirikan tahun 1123 M, di
rumah sakit inilah tokoh keperawatan Florence Nightingale memulai
karirnya memperbarui keperawatan. Abad XVIII, pengembangan kota yang lebih
besar membawa penambahan jumlah rumah sakit dan memperbesar peran perawat.
Pada pertengahan abad XVIII dan memasuki abad XIX
reformasi sosial masyarakat meruba peran perawat dan wanita secara umum. Pada
masa ini keperawatan mulai dipercaya orang dan pada saat ini juga nama Florence
Nightingale. Florence Nightingale lahir pada tahun 1820 dari keluarga
kaya dan terhormat. Ia tumbuh dan berkembang di Inggris dengan pendidikan yang
cukup. Meskipun ditentang keras oleh keluarganya, ia diterima mengikuti kursus
pendidikan perawat pada usia 31 tahun. Pecahnya perang Krim (Crimean War), dan
penunjukan dirinya oleh Inggris untuk menata asuhan keperawatan pada sebuah
rumah sakit Militer milik Turki memberi peluang baginya untuk meraih prestasi
(Taylor. C., 1989). Hal ini disebabkan karena ia berhasil mengatasi kesulitan
atau masalah yang dihadapi dan berhasil menepis anggapan negatif terhadap
wanita dan meningkatkan status perawat.
Seusai perang
krim, Florence Nightingale kembali ke Inggris. Sejarah perkembangan keperawatan
di Inggris sangat penting dipahami karena Inggris membuka jalan bagi kemajuan
dan perkembangan perawat di mana kepeloporan Florence Nightngale diikuti oleh
Negara-negara lain. Tahun 1860, Nightingale menulis Notes on Nursing:
What it is and What it is not untuk masyarakat umum. Filosofinya
terhadap praktik keperawatan merupakan refleksi dari perubahan kebutuhan masyarakat.
Ia melihat peran perawat sebagai seseorang yang bertugas menjaga kesehatan
seseorang berdasarkan pengetahuan tentang bagaimana menempatkan tubuh dalam
suatu status yang bebas dari penyakit (Nightingale, 1860; Schuyler, 1992). Pada
tahun yang sama, ia mengembangkan program pelatihan untuk perawat pertama kali,
sekolah pelatihan Nightingale untuk perawat di St. Thomas’ Hospital di London. Konsep pendidikan
inilah yang mempengaruhi pendidikan keperawatan di dunia dewasa ini.
Kontribusi
Florence Nightingale bagi perkembangan keperawatan adalah menegaskan bahwa
nutrisi merupakan satu bagian penting dari asuhan keperawatan, meyakinkan bahwa
okupasional dan rekreasi merupakan suatu terapi bagi orang sakit,
mengidentifikasi kebutuhan personal pasien dan peran perawat untuk memenuhinya,
menetapkan standar manajemen rumah sakit, mengembangkan standar okupasi bagi
pasien wanita, mengembangkan pendidikan keperawatan, menetapkan dua komponen
keperawatan yaitu kesehatan dan penyakit, meyakinkan bahwa keperawatan berdiri
sendiri dan berbeda dengan profesi kedokteran, dan menekankan kebutuhan
pendidikan berlanjut bagi perawat (Taylor, C. 1989).
Perang sipil
(1860-1865) menstimulasi perkembangan keperawatan di Amerika Serikat.Clara
Burton, pendiri palang merah Amerika merawat pejuang di medan pertempuran,
membersihkan luka, memenuhi kebutuhan dasar, dan menenangkan para pejuang dalam
menghadapi kematian. (Donahue, 1995). Setelah perang sipil, sekolah keperawatan
di Amerika dan Kanada mulai membentuk kurikulum sendiri mengikuti sekolah
Nightngale. Sekolah pelatihan yang pertama di Kanada, St. Catherina di Ontario
didirikan tahun 1874. Tahun 1908, Mary Agnes Snively membantu
terbentuknya The Canadian National Association of Trained Nurses,
selanjutnya nama tersebut berubah menjadi The Canadian Nurses
Association (CNA) pada tahun 1924. (Donahue, 1995). Tahun 1899
afiliasi Amerika dan Kanada berhenti, organisasi baru dibentuk dengan
nama American Nurses Association (ANA) pada tahun
1911.
Keperawatan di
rumah sakit berkembang pada akhir abad XIX, tetapi di komunitas,
keperawatan tidak menunjukkan peningkatan yang berarti sampai tahun 1893 ketika
Lilian Wald dan Mary Brewster membuka The Henry Street Settlement,
yang berfokus pada kebutuhan kesehatan orang miskin yang tinggal di rumah
penampungan New York. Perawat yang bekerja di tempat ini memiliki tanggung
jawab yang lebih besar terhadap klien daripada mereka yang bekerja di rumah
sakit, karena mereka seringkali menghadapi situasi yang membutuhkan tindakan
mandiri dari perintah dokter. Selain itu, dalam mengobati penyakit, orang
miskin mmebutuhkan terapi keperawatan yagn ditujukan untuk memperbaiki nutrisi,
memberikan penginapan, dan mempertahankan kebersihan. Kemajuan terlihat di
rumah sakit, kesehatan masyarakat, dan pendidikan terjadi pada awal abad
keduapuluhan. Pada masa itu mulai dirintis pendidikan keperawatan di tingkat
universitas. Dengan berkembangnya pendidikan keperawatan maka praktik
keperawatan juga mengalami perluasan. Pada tahun 1901 didirika The Army Nurses
Corps, diikuti dengan berdirinya The Navy Nurses Corps pada tahun 1908.
Spesialisi keperawatan juga mulai dikembangkan. Sekitar tahun 1920-an, dibentuk
organisasi perawat spesialis, seperti Assosiation of Operating Room
Nurses (1949),American Assosiation of Critical-Care Nurses (1969)
dan Oncology Nursing Society(1975).
F.
PERKEMBANGAN
KEPERAWATAN DI INDONESIA
Tidak banyak
literatur yang mengungkapkan perkembangan keperawatan di Indonesia.
Seperti perkembangan keperawatan di dunia pada umumnya, perkembangan
keperawatan di Indinesia juga dipengaruhi kondisi sosial ekonomi yaitu
penjajahan pemerintah kolonial Belanda, Inggris dan Jepang serta situasi
pemerintahan Indonesia setelah Indonesia merdeka.
Perkembangan keperawatan di Indonesia pada dasarnya dibedakan atas
masa sebelum kemerdekaan dan masa setelah kemerdekaan (orde lama dan orde baru).
Pada masa
pemerintahan kolonial Belanda perawat berasal dari penduduk pribumi yang
disebut velpleger dengan dibantu zieken oppaser sebagai
penjaga orang sakit. Mereka bekerja pada Rumah Sakit Binnen Hospital di Jakarta
yang didirikan tahun 1799 untuk memelihara kesehatan staf dan tentara Belanda.
Usaha pemerintah kolonial Belanda di bidang kesehatan pada masa itu antara
lain: Dinas Kesehatan Tentara yang dalam bahasa Belanda disebut Militiary
Gezondherds Dienst dan Dinas Kesehatan Rakyat atauBurgerlijke
Gezondherds Dienst. Pendirian rumah sakit ini termasuk usaha Daendels
mendirikan rumah sakit di Jakarta, Surabaya dan Semarang, ternyata tidak
diikuti perkembangan profesi keperawatan yang berarti karena tujuannya
semata-mata untuk kepentingan tentara Belanda.
Ketika VOC
berkuasa, Gubernur Jendral Inggris Raffles (1812-1816) sangat memperhatikan
kesehatan rakyat. Berangkat dari semboyannya “Kesehatan adalah milik manusia”,
ia melakukan berbagai upaya memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi.
Tindakan yang dilakukan antara lain: pencacaran umum, membenahi cara perawatan
pasien dengan gangguan jiwa serta memperhatikan kesehatan dan perawatan para
tahanan.
Setelah
pemerintahan kolonial kembali ke tangan Belanda, usaha-usaha peningkatan
kesehatan penduduk mengalami kemajuan. Di Jakarta tahun 1819 didirikan beberapa
rumah sakit, salah satu diantaranya adalah Rumah Sakit Stadsverband berlokasi
di Glodok (Jakarta Barat). Pada tahun 1919 rumah sakit ini dipindahkan di
Salemba dan sekarang bernama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Saat ini
RSCM menjadi pusat rujukan nasional dan pendidikan nasional. Dalam kurun waktu
ini (1816-1942), berdiri pula beberapa rumah sakit swasta milik katolik dan
protestan, misalnya: RS Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Cikini-Jakarta Pusat,
RS St. Carolus Salemba-Jakarta Pusat, RS St. Boromeus di Bandung dan RS
Elizabeth di Semarang. Bersamaan dengan berdirinya rumah sakitdi atas,
didirikan sekolah perawat. RS PGI Cikini tahun 1906 menyelenggarakan pendidikan
juru rawat, kemudiam RSCM menyelenggarakan pendidikan juru rawat tahun 1912.
Kekalahan
tentara sekutu dan kedatangan Jepang (1942-1945) menyebabkan perkembangan
keperawatan mengalami kemunduran. Bila renaissance berakibat buruk pada
perkembangan keperawatan Inggris, maka penjajaan Jepang merupakan masa kegelapan
dunia keperawatan di Indonesia. Pekerjaan perawat pada masa Belanda dan
Inggris sudah dikerjakan oleh perawat yang terdidik, sedangkan pada masa Jepang
yang melakukan tugas perawat bukan dari orang yang sudah dididik untuk menjadi
perawat. Pemimpin rumah sakit juga diambil alih dari orang Belanda
ke orang Jepang. Pada saat itu obat-obatan sangat minim, sehingga wabah
penyakit muncul dimana-mana. Bahan balutan juga terbatas, sehingga daun pisang
dan pelepah pisang digunakan sebagai bahan balutan.
Pembangunan bidang kesehatan dimulai tahun 1949. Rumah sakit dan
balai pengobatan mulai dibangun. Tahun 1952, sekolah perawat mulai didirikan,
yaitu Sekolah Guru Perawat dan Sekolah Perawat tingkat SMP. Pendidikan
keperawatan profesional mulai didirikan mulai tahun 1962 dengan didirikannya
Akademi Keperawatan milik Departemen Kesehatan di Jakarta untuk menghasilkan
perawat profesional pemula. Hampir bersamaan dengan itu didirikan pula Amper
milik Depkes di Ujung Pandang, Bandung dan Palembang.
Di Indonesia, keperawatan telah mencapai kemajuan yang
sangat bermakna bahkan merupakan suatu lompatan yang jauh kedepan. Hal ini
bermula dari dicapainya kesepakatan bersama pada Lokakarya Nasional Keperawatan
pada bulan Januari 1983 yang menerima keperawatan sebagai pelayanan profesional
(profesional service) dan pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesi
(professional education). Dalam Lokakarya Keperawatan tahun 1983, telah
dirumuskan dan disusun dasar-dasar pengembangan Pendidikan Tinggi Keperawatan.
Sebagai realisasinya disusun kurikulum program pendidikan D-III Keperawatan,
dan dilanjutkan dengan penyusunan kurikulum pendidikan Sarjana (S1) Keperawatan.
Pengembangan pelayanan keperawatan profesional tidak
dapat dipisahkan dengan pendidikan profesional keperawatan. Pendidikan
keperawatan bukan lagi merupakan pendidikan vokasional/kejuruan akan tetapi
bertujuan untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang menguasai ilmu keperawatan
yang siap dan mampu melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan profesional
kepada masyarakat. Jenjang pendidikan keperawatan bahkan telah mencapai tingkat
Doktoral. Pendidikan tinggi keperawatan diharapkan menghasilkan tenaga
keperawatan profesional yang mampu mengadakan pembaruan dan perbaikan mutu
pelayanan/asuhan keperawatan, serta penataan perkembangan kehidupan profesi
keperawatan. Perkembangan keperawatan bukan saja karena adanya pergeseran
masalah kesehatan di masyarakat, akan tetapi juga adanya tekanan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan serta perkembangan profesi
keperawatan dalam menghadapi era globalisasi.
Pendirian Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) pada
tahun 1985 merupakan momentum kebangkitan profesi keperawatan di Indonesia.
Sebagai embrio Fakultas Ilmu Keperawatan, institusi ini dipelopori oleh tokoh
keperawatan Indonesia, antara lain Achir Yani S, Hamid, DN.Sc; mendiang Dra.
Christin S Ibrahim, MN, Phd; Tien Gartinah, MN dan Dewi Irawaty, MA, dibantu
beberapa pakar dari Konsorsium Ilmu Kesehatan dan sembilan pakar keperawatan
dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Pada tahun 2000 mulai muncul Program Studi
Ilmu Keperawatan (PSIK) diberbagai Universitas di Indonesia (Universitas
Airlangga, Universitas Gajah Mada, Universitas Hasanudin, Universitas Andalas
dan Universitas Sumatra Utara).
Tahun 1974 tepatnya tanggal 17 Maret didirikan Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Sebagai fusi dari beberapa organisasi
keperawatan yang ada sebelumnya, PPNI mengalami beberapa kali perubahan bentuk
dan nama organisasi. Embrio PPNI adalah Perkumpulan Kaum Verpleger Boemibatera
(PKVB) tahun 1921. Pada saat itu profesi perawat Sangat dihormati oleh
masyarakat berkenaan denga tugas mulia yang dilakukan dalam merawat orang
sakit. Lahirnya sumpah pemuda 1928, mendorong perubahan nama PKVB menjadi
Perkumpulan Kaum Verpleger Indonesia (PKVI). Pergantian nama ini berkaitan
dengan semangat nasionalisme . PKVI bertahan sampai tahun 1942 berhubungan
dengan kemenangan Jepang atas sekutu.
Bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945,
tumbuh organisasi profesi keperawatan. Tiga organisasi profesi yang ada antara
tahun 1945-1954 adalah Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan
Djuru Rawat Islam (Perjurais) dan Serikat Buruh Kesehatan (SBK). Pada tahun 1951
terjadi pembaharuan organisasi profesi keperawatan yaitu terjadi fusi
organisasi yang ada menjadi Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI) sebagai
upaya konsolidasi organisasi profesi tanpa mengikutsertakan SBK karena terlibat
pada pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Kurun waktu 1951-1958 diadakan kongres di Bandung dan
mengubah nama PDKI menjadi Persatuan Pegawai Dalam Kesehatan (PPDK) dengan
keanggotaan bukan hanya dari perawat. Tahun 1959-1974 terjadi pengelompokan
organisasi keperawatan antara lain Ikatan Perawat Wanita Indonesia (IPWI),
Ikatan Guru Perawat Indonesia (IGPI) dan Ikatan Perawat Indonesia (IPI) tahun
1969. Akhirnya tanggal 17 Maret 1974 seluruh organisasi keperawatan kecuali
Serikat Buruh Kesehatan bergabung menjadi satu organisasi profesi tingkat
nasional dengan nama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Nama inilah
yang secara resmi dipakai sebagai nama organisasi profesi keperawatan Indonesia
hingga kini.
Sumber